18 December 2006

PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA (PRP)

Junjung tinggi kebebasan berpendapat di Indonesia !!!
Hentikan tindakan premanisme di Indonesia !!!

Salam rakyat pekerja,

Pada tanggal 10 Desember yang lalu, rakyat Indonesia juga turut memeriahkan peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia. Namun tidak lama setelah itu, pada tanggal 14 Desember 2006, organisasi massa yang menamakan dirinya Persatuan Masyarakat Anti Komunis (Permak), membubarkan diskusi tentang Filsafat Sosial dan Ekonomi Politik di Toko Buku Ultimus, Bandung. Diskusi yang bertemakan tentang "Gerakan Marxist Internasional Kontemporer, Perkembangan dan Masa Depan Gerakan Marxist di Dunia, dan Sekilas Tantang Organisasi dan Gerakan Buruh di Kanada", digagas oleh Toko Buku Ultimus Bandung, Komunitas Rumah Kiri Bandung dan Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pasundan Bandung. Diskusi tersebut menghadirkan Marhaen Soeprapto (WNI Tinggal di Kanada).

Acara diskusi tersebut baru berjalan sekitar 20 menit, yang kemudian langsung dibubarkan oleh organisasi massa berbaju loreng kuning dan hijau tersebut. Di mobil yang digunakan oleh organisasi tersebut terpampang nama Pemuda Panca Marga. Sejak acara belum dimulai massa Permak sudah berkumpul di luar toko buku itu. Sepuluh menit setelah diskusi dimulai, setidaknya sepuluh orang dari Permak masuk ke halaman toko buku itu menuju tempat berlangsungnya diskusi.

Perwakilan massa Permak itu langsung memotong diskusi yang sedang berlangsung. Satu orang dari massa itu, mengaku bernama Adang Supriadi ketua Permak, maju ke tengah forum diskusi yang dihadiri puluhan orang. Dia merebut mike yang sedang dipegang Marhaen dan langsung mengumumkan pembubaran kegiatan itu. Dia menuding bahwa kegiatan itu berniat menyebarkan paham komunis.

Acara ini pun langsung berubah menjadi kerusuhan. Para anggota Panca Marga yang sejak semula berjaga-jaga langsung membalik-balikkan kursi yang sedang diduduki peserta diskusi.Massa lalu menyeret Sodikin penyelenggara diskusi itu berserta Marhaen. Keduanya sempat dibawa massa masuk ke dalam kampus Universitas Pasundan. Sodikin dan Marhaen kemudian dimasukkan dalam kendaraan berplat nomor B 57 XG, yang dipasangi bendera ormas itu di depannya. Mobil itu membawa keduanya ke Markas Polwiltabes Bandung.

Kepolisian dari Polres Bandung Tengah pun kemudian datang ke tempat kejadian dan turut membubarkan orang-orang yang masih tersisa di toko buku tersebut. Kemudian petugas dari Polres Bandung Tengah tersebut memasang police line dan menyita barang-barang yang berada di toko buku tersebut.

Sebelumnya pihak Intel Polwiltabes Bandung pada hari Senin, 11 Desember 2006 (2 orang) mendatangi toko buku Ultimus dan menanyakan izin kegiatan tersebut, untuk mengantisipasi maka pihak panitia memasukkan surat pemberitahuan (bukan permoohonan) yang dialamatkan kepada KaPolwiltabes Bandung mengenai diadakannya acara tersebut. Esoknya, kembali pihak Intel Polwiltabes Bandung mendatangi Toko Buku Ultimus yang. Mereka mengaku dari bagian "Urusan Imigrasi" (entah maksudnya gimana), mananyakan tentang status kewarganegaraan Marhaen Soeprapto.

Pagi, Rabu, 13 Desember 2006, kembali pihak Intel Polwiltabes Bandung mendatangi Toko Buku Ultimus dan meminta Sdr. SADIKIN (ketua panitia) untuk menemui Waka Intel Polwiltabes Bandung untuk dimintai keterangan berkaitan dengan diskusi tersebut. Pihak Intel Polwiltabes juga melakukan kontak telepon ke Kantor ULTIMUS, ke hand phone Sdr. Bilven (Dir. Ultimus) dan hand Phone Sdr. Sadikin (Ketua Panitia).

Semenjak Minggu, 10 Desember 2006 Ultimus juga menerima banyak telepon gelap yang mananyakan tentang diskusi tersebut, padahal sosialisasi diskusi tersebut baru dilakukan Selasa, 12 Desember 2006 secara terbuka, sebelumnya hanya melalui milist. Beberapa kali ULTIMUS didatangi oleh orang bertubuh tegap, dengan usia separuh baya, mendatangi ULTIMUS dengan menanyakan bagian buku-buku berbau kiri dimana ULTIMUS memproduksi dan menjual buku-buku tersebut. Ultimus mengkhawatirkan bertindaknya ormas-ormas islam dalam menyikapi hal ini, seperti biasa terjadi di Bandung.

Kasus di atas memperlihatkan bagaimana aparat polisi maupun ormas-ormas dan kelompok terorganisir masih terjebak dengan isu-isu komunisme, di tengah arus kebebasan dan keterbukaan informasi. Hal ini jelas mengancam proses demokratisasi.

Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap :

- Menuntut pertanggungjawaban negara agar menjamin hak-hak rakyat untuk bebas mengeluarkan pendapat dan berekspresi.
- Menuntut pertanggungjawaban aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian agar melindungi hak-hak rakyat dalam kebebasan mengeluarkan pendapat dan berekspresi.
- Menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk menindak tegas kelompok-kelompok terorganisir yang melakukan tindakan premanisme atau bahkan membubarkan organisasi tersebut karena telah meresahkan masyarakat.Menuntut Kepolisian Resort Bandung Tengah untuk segera membebaskan orang-orang yang ditangkap dalam diskusi tersebut karena jelas hal itu melanggar proses demokrasi di Indonesia.

Perhimpunan Rakyat Pekerja juga meminta kepada seluruh rakyat pekerja untuk melawan aksi-aksi premanisme yang menggunakan kedok anti komunisme dan agama serta mendukung segala aksi perlawanan rakyat pekerja di Indonesia dan di dunia dalam melawan praktik penindasan yang dilakukan oleh negara maupun kelompok yang terorganisir.

Jakarta, 15 Desember 2006

Sekertaris Jenderal
Irwansyah

1 comment:

Anonymous said...

Nice dispatch and this post helped me alot in my college assignement. Say thank you you for your information.